KEKERASAN DI TANAH PAPUA: KOMUNALISME, SEPARATISME, DAN SECESSIONISM - (Indonesia Bergerak, 2012: 223-237)
Oleh Robert B. Baowollo[1]
Pengantar
Konflik di Tanah Papua adalah jenis konflik yang kompleks[2]: sebagai konflik multi-facets karena merupakan kombinasi dari banyak ragam dan varian konflik yang saling berkaitan, seperti konflik etnik, agama, politik, separatisme, industri/tambang, agraria/kehutanan, dll.; sebagai konflik multi-levels karena terjadi pada level elite (politik dan tradisional), dan pada level akar rumput, bersifat horizontal dan vertikal – bahkan meminjam instilah Prof. Teuku Jacob, konflik di Tanah Papua merupakan konflik diagonal; sebagai konflik multi-actors karena melibatkan banyak pihak yang berkepentingan, mulai dari unsur sipil, polisi, militer, kelompok suku/etnis, kelompok separatis-OPM, kelompok atau orang terlatih khusus (OTK) tetapi tak teridentifikasi, hingga pihak perusahaan multi-nasional/tambang dan pemegang HPH. Konflik di Tanah Papua juga merupakan konflik multi-agenda/multi-isu karena berada dalam dan/atau mengusung agenda-agenda atau isu-isu besar seperti otonomi khusus, penentuan nasib sendiri, keseimbangan keuangan pusat-daerah, bagi hasil tambang, keterdesakan dan keterpurukan penduduk asli Papua secara sosio-kultural dan sosio-ekonomis akibat derasnya arus migrasi dari luar Papua, hingga masalah hak-hak ulayat, masalah pendidikan, HIV/AIDS[3], dll. Di atas semua itu pelanggaran hak azasi manusia terus berlangsung, nyaris tanpa ada kekuatan yang mampu menghentikannya[4].