Rabu, 24 Agustus 2011

NEGARA YANG ABSEN: ATAU HAMBATAN KULTUR KOMUNIKASI POLITIK?



Oleh Robert B. Baowollo


Pengantar

Berbagai kritik tajam yang diarahkan pada kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dapat dirangkum dalam satu frasa tunggal: ketidak berdayaan pemerintah mempergunakan kewenangan legal-konstitusional yang ada di tangannya untuk mengatasi berbagai persoalan bangsa dan negara yang, dalam konteks tertentu, cenderung menjadi failed state. Semua kritik dari berbagai penjuru itu membidik presiden SBY dan kelemahan kepemimpinannya sebagai sasaran tunggal. Presiden SBY dinilai tidak mampu dan tidak berani mempergunakan legitimasi-elektabilitas mutlaknya sebagai pemenang pemilu untuk memegang kendali pemerintahan dan mengatasi berbagai kegaduhan politik yang berpotensi menenggelamkan kapal republik ini. Presiden SBY dianggap cenderung memilih bermain di zona aman untuk menjaga citra politiknya dan menghindari kesalahan sekecil apapun yang dapat mencederai citra itu. Pertanyaannya: seberapa akurat bidikan dan muara kritik itu? Apakah presiden SBY dan kepemimpinannya merupakan faktor tunggal yang menyebabkan gagalnya penyelesaian masalah HAM, penegakkan keadilan, pemberantasan korupsi, dan sebagainya? Tulisan ini hendak melihat faktor kultur komunikasi politik Indonesia yang membelenggu siapa saja yang berkuasa di negeri ini untuk menyelaraskan kata dan perbuatannya dalam perang melawan korupsi, penegakkan HAM, dan berbagai penyakit berbangsa dan bernegara lainnya.